Secara terminologis dapat dijelaskan bahwa pendidikan pesantren,
dilihat dari segi bentuk dan sistemnya berasal dari India. Sebelum proses penyebaran Islam di Indonesia, sistem tersebut telah
digunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu.
Setelah Islam masuk dan tersebar di indonesia,sistem
tersebut kemudian diambil oleh Islam. Istilah pesantren sendiri seperti halnya istilah mengaji, langgar, atau surau di Minangkabau,
Rangkang di Aceh bukan berasal dari istilah Arab, melainkan India (Karel A Steenbrink, 1986)
Namun bila kita menengok waktu sebelum tahun 60-an, pusat-pusat
pendidikan tradisioanal di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan pondok, barangkali istilah pondok berasal dari kata
Arab funduq, yang berarti pesangrahan atau penginapan bagi para musafir.
Kata pesantren sendiri berasal dari akar kata santri dengan
awalan "Pe" dan akhiran "an" berarti tempat tinggal para santri. Profesor (Zamakhsari;1983)
berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti Guru mengaji
Potret Pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan
Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru yang lebih
dikenal dengan sebutan kyai. Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam komplek pesantren dimana kyai bertempat tinggal.
Disamping itu juga ada fasilitas ibadah berupa masjid. Biasanya komplek pesantren dikelilingi dengan tembok untuk dapat mengawasi
arus keluar masuknya santri. Dari aspek kepemimpinan pesantren kyai memegang kekuasaan yang hampir-hampir mutlak.
Pondok, Masjid, santri, kyai dan pengajaran kitab-kitab klasik
merupakan lima elemen dasar yang dapat menjelaskan secara sederhana apa sesungguhnya hakikat pesantren.
Mengapa pesantren dapat survive sampai hari ini Ketika lembaga-lembaga
pendidikan Islam tradisional peserti pesantren di Dunia Islam tidak dapat bertahan menghadapi perubahan atau modernitas sistem
pendidikannya.
Secara implisit pertanyaan tadi mengisyaratkan bahwa ada tradisi lama yang hidup ditengah-tengah masyarakat
Islam dalam segi-segi tertentu masih tetap relevan.
Disamping itu, bertahannya pesantren karena ia tidak hanya
identik dengan makna ke-Islaman tetapi karakter eksistensialnya mengandung arti keaslian Indonesia (indigenous). Sebagai indigenous,
pesantren muncul dan berkembang dari pengalaman sosiologis masyarakat lingkungannya. Ada satu hipotesa bahwa jika kita tidak
mengalami penjajahan, mungkin pertumbuhan sistem pendidikannya akan mengikuti jalur-jalur yang ditempuh pesantren-pesantren.
Sehingga perguruan-perguruan tinggi yang ada sekarang ini tidak akan berupa ITB, UI, IPB, UGM, UNAIR ataupun lainnya tetapi
mungkin namanya Universitas Tremas, Krapyak, Tebuireng, Bangkalan, Lasem, dan seterusnya. Kemungkinan ini bisa kita tarik
setelah melihat dan membandingkan dengan sistem pendidikan di Barat sendiri. Dimana hampir semua Universitas terkenal cikal
bakalnya adalah perguruan-perguruan yang semula berorientasi keagamaan. Mungkin juga bila kita tidak pernah dijajah, kebanyakan
pesantren tidak akan berada jauh terpencil di pedesaaan seperti kita lihat sekarang.
Dari keterangan sederhana ini saja kita dapat menarik
garis linear tentang apa peranan pesantren dan dimana letak pendidikan pesantren dalam masyarakat Indonesia merdeka. Untuk
bangsa yang lebih berkepribadian. Gambaran konkretnya dapat dianalogikan sebua pesantren Indonesia (ambil sebagai misal Tebuireng)
sebagai sebuah kelanjutan pesantren di Amerika Serikat (ambil sebagai missal "pesantren" yang didirikan oleh pendeta Harvard
di dekat Boston): Tebuireng menghasilkan apa yang dapat dilihat oleh bangsa Indonesia sekarang ini. Dan pesantrennya Pendeta
Harvard telah tumbuh menjadi universitas yang paling prestigious di Amerika modern. (Nurcholish Majid, 1997).
Kini di tengah-tengah
sistem Pendidikan Nasional yang selalu berubah-rubah dalam jeda waktu yang tidak lama, apresiasi masyarakat Islam Indonesia
terhadap pesantren makin hari makin besar, pesantren yang asalnya sebagai Rural Based Institusion kemudian berkembang menjadi
lembaga pendidikan urban. Lihatlah kemunculan sejumlah pesantren kota seperti di Jakarta, Bandung, Medan,Pekanbaru, Jogjakarta,
Malang, Semarang, Ujung Pandang, atau sub-urban Jakarta seperti Parung, Cilangkap. Atau misalnya pesantren yang muncul pada
tahun 1980-an seperti Pesantren Darun Najah, Cianjur, dan Ashidiqiyah di Jakarta; Pesantren Nurul hakim, al-Kautsar, Darul
Arafah di Medan,mustafawiyyah Purba Baru di Mandiiling-Natal dan ada disekitarnya sekarang,Darul Hadits Hutabaringin,Darul
Ikhlas di Dalan-lidang,dan Pesantren Muara Mais, Darul Hikmah di Pekan Baru dll