ZAMAN JAHILIYAH
"Sesungguhnya rumah permulaan yang ditetapkan bagi manusia ialah yang ada di Bakkah
(Makkah) yang diberkahi dan pimpinan bagi sekalian bangsa" (3:95).
Semenanjung Arab
Negeri yang dikenal sebagai
jaziratul-'Arab, atau Semenanjung Arab, terletak di pusat benua antara Asia Afrika
dan Eropa. Ia berbentuk hati dunia, begitulah dikatakan. Negeri inilah yang melahirkan Muhammad saw, salah seorang dari para pendiri agama yang terakhir. Samudera Hindia membentang di sebelah selatan, Laut
Tengah dan Laut Merah di sebelah barat. Di sebelah timur terletak Teluk Persi, Tigris dan Efrat, dua yang terakhir ini adalah
sungai yang melintas di bagian utara. Menurut para ahli sejarah dan ahli ilmu bumi kuno, ia terletak di antara garis perbatasan
negeri yang dikenal sebagai Irak (Mesopotamia) dan Arab Syria. Atlas dunia modern, karenanya, tidak menunjukkan bentuk ini
sebagai bagian dari Arab. Di samping itu, negeri itu meliputi luas duabelas ribu mil hektar. Sepertiga negeri ini ditutupi
hamparan gurun pasir, dan yang terbesar ialah yang dikenal sebagai gurun al-Dahna,
yang terletak di bagian selatan. Secara praktis di sana tidak ada sungai yang biasa dikenal di suatu negeri. Karena itu hanya
sungai-sungai kecil saja yang bisa dijumpai di sana sini. Beberapa dari sungai kecil tersebut biasanya hilang dengan sendirinya
ditelan gurun pasir, sementara lainnya mengalir sampai ke laut. Dari selatan ke utara membentang pegunungan yang dikenal Jabal-Sarat, dan puncak tertingginya mencapai delapan ribu kaki. Korma adalah penghasilan
utamanya. Di zaman dahulu, Arab terkenal dengan emas, perak dan batu-batu permatanya. Binatang-binatang yang bisa didapat
di sana ialah onta, binatang yang paling serba guna, sementara kuda Arab tak ada taranya dalam keindahan, stamina maupun kekuatan
dan kegagahannya.
Irak dan Syria
Pada kenyataannya, Irak dan Arab Syria adalah bagian Arab, walaupun dalam pembagian peta politik dunia modern menunjukkan
bahwa kedua negeri itu berbeda dari negeri aslinya. Irak membentang sampai ke Iran. Kota Basrah dan Kufah, tetap menjadi pusat
kota pelajar Islam terutama selama pemerintahan khalifah 'Umar yang Agung. Arab
Syria, terletak sebelah utara terbentang hingga ke Aleppo. Para ahli ilmu bumi bangsa Arab menunjukkan, bahwa sungai Efrat
sebagai batas utara Arab. Di bagian ini bertengger Gunung Sinai, dimana Musa pernah menerima wahyu Ilahi. Kaum Amalekit suatu
kali pernah mendirikan kerajaan di sini.
Hijaj
Sebenarnya negeri Arab itu terbagi kepada beberapa bagian. Dari semua itu, Hijaz adalah salah satu propinsinya yang
di sana terletak tanah suci Haram. Haram artinya Suci atau daerah terlarang begitulah dikatakan, sebab sejak zaman yang
tak diketahui, tempat tersebut telah dijadikan tempat pemujaan, dan setiap peperangan dilarang dilakukan di sana. Di dalam
daerah tertutup inilah rumah suci Ka'bah berdiri. Taorat, kitab suci kaum Yahudi, membicarakan Hijaz ini dengan sebutan Paran atau Tanah Paran. Ibukotanya adalah
Makkah, Madinah dan Taif. Propinsi ini terletak di daerah bentangan Laut Merah. Jeddah dan Yanbu adalah dua pelabuhan utamanya,
di mana para jamaah haji yang menuju ke Makkah dan Madinah mendarat di sini. Di sebelah timur Hijaz dibatasi Najd, dan di
sebelah selatan oleh 'Asir, bagian dari Yaman.
Yaman
Propinsi utama kedua ialah Yaman, yang terletak di sebelah selatan Semenanjung. Hadramaut dan Ahqaf adalah bagian dari
propinsi ini. Inilah tanah yang paling subur di negeri tersebut dan sudah tentu penduduknya juga paling berbudaya. Bahkan
sampai sekarang, gedung-gedung penting peninggalan sejarah bisa dijumpai di sini. Bendungan raksasa suatu kali pernah dibangun
di sini untuk mengontrol air yang mengalir dari pegunungan-pegunungan dan digunakan untuk irigasi. Yang paling terkenal dari
sini adalah Ma'arib yang kehancurannya disebutkan dalam Qur'an (34:16). Yaman, lebih dari itu adalah menjadi pusat perdagangan
mineral, batu-batu permata dan rempah-rempah yang pernah sangat terkenal sekali di Arab. Kerajaan 'Ad, yang dibicarakan oleh
Qur'an, pernah tegak di sini. Daerah ini dikenal dengan nama Ahqaf. Hadramaut adalah bagian dari Yaman yang terletak paling
selatan di pantai Samudera Hindia. San'a adalah ibukotanya dan Aden pelabuhan utamanya. Di sebelah utara San'a terletaklah
Najran, dimana agama Kristen pernah tersebar dari sana sebelum kedatangan Islam. Delegasi Kristen yang terkenal itu, yang
dinanti oleh Nabi Suci Muhammad dan diizinkan tinggal di Masjid, datang dari tempat ini. Sebelah utara Najran terletaklah
'Asir.
Najd
Bagian terbesar ketiga dari Arab adalah Najd, yang terbentang dari Jabal-Sarat ke arah timur melintas bagian tengah negeri. Di sini terdapat tanah tinggi yang paling subur yang
ketinggiannya kuranglebih tigaribu kaki dari permukaan laut. Di sini pernah tinggal suku Ghatafan, satu suku yang terlaknat
di mana suatu kali Nabi Suci pernah memimpin ekspedisi ke sana. Gurun pasir mengurung dari tiga sisi, sementara di sebelah
selatannya terletak Yamamah. Bani Hanifah adalah salah satu sukunya di mana si Musailimah kadzdzabah
yakni si nabi palsu tinggal di sini.
'Uman
Di sebelah tenggara Arab, dan sepanjang pesisir Teluk 'Uman, membentang
daerah luas yang disebut sebagai 'Uman atau Oman, dimana paling tidak Kesultanan yang independen pernah berdiri di sini. Sebelah
utara Oman terletak pelabuhan yang terkenal yaitu Bahrain yang juga disebut Al-Ahsa, yang sangat terkenal mutiaranya. Dekat
dengan Bahrain ini adalah Hira, yang suatu kali pernah mendirikan kerajaan.
Hijr
Hijr, kampung halaman kaum Tsamud, adalah satu daerah yang perlu pula dicatat, dimana dari kaum ini Salih pernah bangkit
menjadi Nabi. Daerah ini terletak di sebelah utara Madinah. Dalam perjalanan panjangnya ke Tabuk, Nabi Suci pernah melewati
tempat ini. Di sebelah barat Hijr terletaklah Madyan, tanah kampung halaman Nabi Shu'aib. Di sebelah utara Madinah adalah
Khaibar, salah satu suku Yahudi yang pernah berkuasa dengan kuat sekali di sini.
Makkah dan Ka'bah
Tiga kota utama Hijaz, sebagaimana di muka disebutkan ialah Makkah, Madinah dan Taif. Taif sendiri memiliki nama harum,
yang kenyataannya memang berada di kaki pegunungan, di sini hawanya dingin dan rimbun oleh tumbuh-tumbuhan dengan mata air
yang tak terhitung banyaknya serta kaya dengan buah-buahan. Taif ini terletak di sebelah timur kota Makkah dan menjadi tempat
peristirahatan kaum terkemuka Hijaz di waktu musim panas. Namun kota yang paling terkenal di Hijaz adalah Makkah dan Madinah.
Makkah disebut juga sebagai 'Ummul-Qura (Ibu kota). Di keempat penjurunya dikurung
gunung. Penduduknya saat itu kurang lebih limapuluh ribu jiwa. Dari zaman yang sangat kuno sekali kota ini menjadi pusat rohani
dan agama di kalangan bangsa Arab karena di sini berdiri bangunan suci Baitullah yang
dikenal sebagai Ka'bah yang menjadi tempat tujuan para jamaah hajji dari setiap
pelosok Arab sejak zaman pra sejarah dahulu kala. Sir William Muir memberikan komentar tentang keantikan Bangunan tersebut
di dalam bukunya Life of Muhammad: "Sangat kuno sekali yang diperuntukkan bagi
para pemuka agama di Makkah ….. Diodorus Siculus, menulis sekitar setengah abad sebelum kita, yang mengatakan bahwa
sebagian dari tanah Arab itu dibentangi Laut Merah, di negeri inilah ada suatu bangunan kuno yang selalu dihormati oleh segenap
bangsa Arab. Kata-kata ini sudah pasti menunjuk pada rumah suci di Makkah, karena itu kita tahu bahwa tak ada tempat lain
yang pernah ditunjukkan secara hormat oleh bangsa Arab ….. Adat istiadat menunjukkan bahwa Ka'bah tersebut sebagai tempat
kunjungan hajji dari waktu ke waktu sejak zaman yang tidak diketahui dari seluruh pelosok negeri Arab, dari Yaman, Hadramaut,
dan dari pesisir Teluk Persi, dari gurun Syria dan dari kawasan Hirah maupun Mesopotamia yang sangat jauh jaraknya, setiap
tahun orang selalu berbondong-bondong datang mengunjungi Makkah. Betapa tinggi penghormatan tersebut yang sudah dilakukan
dari zaman ke zaman sejak waktu yang sangat kuno sekali".
Untuk mengetahui tentang kekunoan Ka'bah tersebut, Muir telah menggam-barkannya
sebagai bukti sejarah dan adat-istiadat. Qur'an juga mengemukakan hal yang sama. Ia membicarakan Ka'bah sebagai "rumah yang
pertama yang dibangun untuk manusia" (3:96), yang dengan kata lain, bangunan pertama yang ada di permukaan bumi yang diperuntukkan
untuk beribadah kepada Tuhan. Sinar gemerlap cahaya wahyu Ilahi pertama-tama memancar dari tempat ini. Dan bersamaan itu pula
sangat menarik perhatian bahwa di tempat yang sama ini pun diberi karunia istimewa dengan lahirnya Nabi Terakhir. Makkah memiliki
arti penting dengan adanya Ka'bah ini. Sejak dahulu kala kuranglebih 2500 tahun sebelum Masehi, tempat ini menjadi tempat
persinggahan para musafir kelana yang berkelana dari Yaman dan Syria. Qur'an juga memperkuat, bahwa bangunan suci itu sudah
ada sebelum munculnya Ibrahim (2:125). Tatkala Nabi Ibrahim meninggalkan puteranya, Ismail, di sana, bapak agung ini bermunajat:
"Tuhan kami, aku telah menempatkan sebagian dari keturunanku di lembah yang tak menghasilkan buah-buahan di dekat Rumah Suci-Mu
…" (14:37). Kata-kata ini menunjukkan bahwa Ka'bah sudah ada sejak waktu yang tak diketahui.
Madinah
Madinah aslinya disebut Yatsrib. Belakangan, ketika kota itu dibangun oleh Nabi Suci sebagai kota kediaman beliau,
menjadi yang dikenal dengan nama Madinatu-Nabi (Kota Nabi), dan lama-lama menjadi
al-Madinah atau Madinah saja, (dan juga
disebut Madinah al-Munawwarah, kota yang gemerlap cahaya –penj.). Ini pun
kota kuno. Bukti sejarah memperkirakan pembangunan kota itu kuranglebih 1600 tahun sebelum Masehi. Dahulunya kota ini dihuni
oleh bangsa Amalekit, setelah itu datanglah kaum Yahudi, Aus dan Khazraj. Tatkala Nabi Suci datang dan tinggal di sana, tiga
jenis kaum ini meramaikan dan memadati kota ini. Dua suku yang belakangan, akhirnya
dikenal sebagai kaum Anshar (Penolong). Di dalam masa empatbelas tahun masa dakwah
beliau, Nabi Suci berimigrasi atau hijrah dari Makkah ke Madinah dimana beliau tinggal di sini sampai sisa akhir hidupnya,
dan akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhirnya, dan di sini pulalah makam beliau ada sampai sekarang. Madinah terletak
kurang lebih 270 mil di sebelah utara Makkah, dan, tidak seperti kota Makkah, Madinah ini tidaklah gersang. Di samping kaya
akan ladang-ladang pertanian, juga buah-buahannya berlimpah. Di musim dingin keadaan suhunya lebih dingin dari Makkah.
Bangsa Arab
Kaum
'Ad, Tsamud, Tsam dan Yadis adalah bangsa Arab yang paling kuno, sepanjang yang bisa ditelusur, dua yang pertama sering dibicarakan
dalam Qur'an. Suku asli dari bangsa-bangsa itu adalah yang disebut Baidah (Arab
kuno). Kehancuran kaum Nabi Nuh diikuti oleh bangkitnya kaum 'Ad yang tinggal tersebar jauh menyeberangi batas-batas tanah
Arab. Bukti sejarah menyatakan bahwa bangsa ini mendominasi Arab, Mesir dan banyak lagi negeri-negeri lain. Setelah bangsa
ini hancur, kaum Tsamud bangkit berkuasa.
Kemudian datanglah kaum Bani Qahtan, yang menduduki Yaman. Di zaman mereka, mereka pun pernah menduduki tampuk kekuasaan
yang besar dan sangat berpengaruh. Suku Aus dan Khazraj adalah cabang dari kaum ini. Semua bangsa ini dikenal sebagai 'Aribah atau bangsa Arab murni.
Ismail dan keturunannya
Akhirnya datanglah Ismail, yang keturunannya berlanjut dengan nama Musta'ribah
(bangsa Arab Naturalis). Karena taat kepada perintah Ilahi, beliau ditinggalkan oleh ayahnya, Ibrahim, bersama ibunya
Hajirah (Siti Hajar), di tempat tersebut, dimana di sana berdiri Ka'bah (Qur'an Suci 14:32; 2:125). Ada sedikit kebenaran
dalam kepercayaan, bahwa mereka berdua ditinggalkan oleh Ibrahim karena atas permintaan isteri kedua beliau, Sarah. Cerita
itu disangkal secara halus oleh sabdanya Nabi Suci yang menyatakan bahwa masalah Siti Hajar apakah ditinggalkan oleh Ibrahim
di sana itu karena taat kepada perintah Ilahi, Bapak Agung itu menjawab dengan membenarkannya. Masalah itu diberikan juga
di dalam Qur'an dengan menunjukkan kesimpulan yang sama. Belakangan, ayah dan anak sama-sama membangun kembali Rumah Suci
Ka'bah atas perintah Ilahi, yang Bangunan Suci itu kondisinya nampak semakin rusak (Qur'an Suci 2:127). Setelah pembangunan
itu selesai, mereka sama-sama bermunajat kepada Ilahi Rabbi sebagaimana dijelaskan di dalam Qur'an dengan ucapannya: "Tuhan kami, bangkitkanlah di antara mereka seorang Utusan dari kalangan mereka …" (2:129). Do'a tersebut
dikabulkan dengan datangnya pribadi Nabi Suci Muhammad saw. Oleh sebab itu Nabi Suci diriwayatkan bersabda: "Saya ini berkat do'anya bapakku, Ibrahim". Keturunan Ismail
kemudian berkembang menjadi berlipat ganda dan bercabang ke berbagai suku. Salah satu dari suku itu dikenal sebagai kaum Quraisy
keturunan Bani Nadzir. Suku ini belakangan terbagi lagi ke beberapa klan, dan Nabi Suci berasal dari salah satu klan ini yang dikenal sebagai Bani Hasyim.
Zaman Jahiliyah
Periode di waktu kedatangan Nabi Suci dikenal sebagai Zaman Gelapgulita. Qur'an memberikan nama zaman itu dengan sebutan
al-Jahiliyyah (Kedunguan atau Zaman Kedunguan) (33:33; 48:26). Gambaran tersebut dilukiskan dalam
ayat: Kejahatan telah muncul di daratan dan di lautan…" (30:41) yakni potret
kebobrokan para penyembah berhala bangsa Arab, Yahudi, Kristen dan begitu pula para pengikut agama-agama lainnya. Ini menggambarkan
bahwa kejahatan telah melanda dunia luas. Karenanya, ini bukanlah berarti bahwa dunia belum pernah menyaksikan suatu keadaan
yang lebih baik, namun kebudayaan ataupun moral apa pun yang pernah bangkit yang memancar di mana pun melalui berbagai Nabi
yang diutus dari waktu ke waktu di antara berbagai bangsa yang berbeda, benar-benar pernah tenggelam akibat terlampau lama
tertelan zaman. Setiap bangsa di dunia pada waktu itu jatuh terperosok ke jurang ketua-rentaan. Kata-kata ini didapat melalui
ucapan mulut seorang yang tidak diragukan lagi kebuta-hurufannya.
Dia tak pernah berkelana berkeliling dunia untuk mempelajari kondisi berbagai
negeri dan bangsa yang berbeda; tidak juga dia memanfaatkan suatu sistem masyarakat seperti sekarang ini yang memungkinkan
dia memperkenalkan situasi dunia pada waktu itu. Walaupun begitu, referensi lembaran-lembaran sejarah menguatkan benarnya
pernyataan perkara yang menakjubkan itu. Selain bukti bahwa Eropa telah mempunyai kekaisaran
yang besar yang mengarah ke bagian tenggaranya, yakni kekaisaran Romawi, namun ia pun pernah terperosok ke jurang kebiadaban.
Asia, bahkan semua benua di dunia, suatu kali pernah menjadi perawat kebudayaan.
Namun bila mempelajari berbagai
filsafat maupun agama dalam buaian dari berbagai negeri yang berbeda ini, di sana sini menunjukkan ranking kebejatan moral
sebagai gaya hidup di zaman itu. India, suatu kali pernah menjadi pusat peradaban Timur kuno, ia pun hanya memberikan gambaran
yang mengerikan. Segala sesuatu yang kotor dan menjijikan menjadi sifat orang dan bahkan orang-orang yang dikenal sebagai
dewa-dewinya sekalipun. Kejahatan dan kebusukan benar-benar telah menguasai mereka, bahkan orang-orang tulus pun dilukis dengan
warna gelap. Persi dan China, juga dalam kondisi yang sama buruknya. Ini tak ragu lagi menunjukkan fakta bahwa di abad-abad
itu peradaban pernah terperosok sejak kedatangan para guru terdahulu; dan reformasi apa pun yang dahulu pernah tampil, lambat-laun
semakin lemah dan akhirnya benar-benar tenggelam dan punah sama sekali. Qur'an menyatakan bahwa "waktu memang sudah kelewat
lama bagi mereka, maka hati mereka menjadi membatu …." (57:16).
Penulis modern, J.H. Denison, yang telah mempelajari berbagai perbedaan ajaran agama dan kebudayaan yang tumbuh di
sana, persis mengambil kesimpulan yang sama di dalam bukunya: Emotion as the Basis
of Civilization: "Di abad kelima dan keenam, kebudayaan dunia berdiri di tepi jurang kehancuran. Pergerakan kebudayaan
kuno yang memungkinkan adanya peradaban ... telah hancur-lebur dan tak mungkin bisa dikembalikan ke tempat semula ... Ini
bisa jadi bahwa peradaban yang telah berjalan selama empat ribu tahun dibangun, kiranya sudah berada di tepi jurang kehancuran
dan manusia rupanya suka kembali kepada kebiadaban masa lampau dan setiap suku maupun bangsa tak mau melihat ke masa depan,
hukum dan tatanan sudah tak dikenal lagi ... Penguatan kerusakan baru diciptakan oleh dunia Kristen yang selalu membagi-bagikan
kehancuran dan keporak-porandaan kesatuan umat dan tatanan tersebut … Peradaban itu bagaikan pohon raksasa yang daunnya
lebat memayungi dunia … berdiri terseok-seok … membusuk sampai ke akar-akarnya … Nah, di antara manusia
inilah (dengan menunjuk kepada sosok Nabi Suci Muhammad saw) lahirlah seorang yang
bisa menyatukan kembali dunia yang tak dikenal itu, baik di barat maupun di timur
Asal usul Nabi Muhammad Sollallahu Alaihi Wassalam
Ismail adalah anak sulung Nabi Ibrahim, beliau mempunyai duabelas putera sebagaimana diperkuat oleh Kitab Perjanjian
Lama. Salah seorang dari mereka bernama Kaidar (Kedar), yang keturunannya tersebar di seantero propinsi Hejaz di Arab. Jadi
bangsa Arab itu keturunan Kaidar yang lebih lanjut tidak dikatakan apa-apa oleh Perjanjian Lama. Lagi, diakui oleh setiap
orang Arab bahwa 'Adnan, dimana asal-usul Nabi Muhammad berasal, ini tidak bisa diragukan lagi, juga keturunan Ismail pada
tingkat yang keempatpuluh. Tak pernah ada dua pendapat terhadap bukti bahwa Nabi Suci Muhammad langsung keturunan dari 'Adnan.
Lebih lanjut, pada tingkat kesembilan dari yang belakangan, diikuti oleh Nadr bin Kinanah, pendiri dinasti Quraisy. Keturunan
lain pada skala asal-usul kemudian datanglah di tempat kesembilan, salah seorangnya bernama Qusay, yang kepadanya dipercayakan
untuk memelihara dan menjaga Ka'bah – suatu jabatan yang sangat terhormat di kalangan bangsa Arab. Dia ini adalah kakeknya
Abdul Mutthalib kakeknya Nabi Suci Muhammad. Jadi dalam hal kehormatan, dinasti Nabi Suci menempati tempat tertinggi.
Ibunya Abdul Mutthalib datang dari Banu Najjar,
satu suku yang ada hubungannya dengan Nabi Suci dari pihak ibu. Abdul Mutthalib mempunyai sepuluh anak laki-laki, perlu dicatat,
yang salah seorang di antara mereka itu ialah Abu Lahab pimpinan tertinggi yang melawan Nabi Suci. Abu Thalib yang memelihara
beliau, Hamzah salah seorang yang lebih awal memeluk Islam dan gugur di medan perang Uhud, 'Abbas yang lama sekali ada di
luar barisan Islam, masih tetap mencintai Nabi Suci, dan 'Abdullah, ayah beliau. Yang terakhir ini menikah dengan Aminah,
puteri Wahab bin 'Abdul-Manaf, dari keluarga Zuhrah. Pasangan ini istimewa sekali karena mereka itu bukan saja datang dari keluarga terhormat, namun juga meskipun ada di tengah-tengah zaman jahiliyah yang gelap gulita,
mereka tetap teguh memiliki akhlak mulia dan kesucian.
Beberapa hari setelah usai upacara pernikahan,
Abdullah pergi merantau untuk berbisnis ke Syria. Dalam perjalanan pulang kembali beliau jatuh sakit dan wafat di Madinah.
Begitulah, Nabi Suci Muhammad seorang anak yang dilahirkan sesudah ayahnya wafat. Hari kelahiran beliau diterima semua pihak,
yakni pada hari Senin, tanggal 12 Rabi'ul-Awal. Menurut penyelidikan lain adalah pada tanggal 9 bulan yang sama bertepatan
dengan 20 April 571 Masehi. Sebelum beliau dilahirkan, ibunya menerima kabar bahagia berupa ilham. Baru diketahui dari sabda
Nabi Suci yang sesungguhnya bahwa beliau diberi nama Muhammad oleh kakek beliau dan Ahmad oleh ibu beliau, dan masing-masing
itu berdasarkan ilham. Beliau dibicarakan di dalam Qur'an dengan memiliki dua nama ini (61:6). Beliau sendirilah yang meriwayatkan
dalam Hadits sahih dengan mengatakan: "Aku Muhammad dan pula Ahmad". Di dalam bait-bait syair juga, beliau selalu disebut-sebut
dengan dua nama ini.
Menikah dengan Khadijah
Seorang janda terhormat, Khadijah, yang diperoleh
di hari-hari sebelum kedatangan Islam, karena kebaikan dan ketulusannya, gelar Tahirah
(Tulus suci) yang beliau sandang, mendengar kebaikan dan kejujuran Muhammad saw
dalam mengurus bisnisnya, beliau sendiri yang meminang Muhammad di hari-hari sebelum kedatangan Islam tersebut. Sudah lama
sekali keuntungan yang semakin bertambah dan bertambah terus diraih oleh Khadijah karena kejujuran yang Muhammad miliki. Ini
membuktikan bahwa ketinggian budi pekerti Muhammad begitu luhur dan karena ini pulalah yang membuatnya Khadijah meminang beliau
agar menikahinya. Kemudian beliau menikah dengannya pada usia duapuluh lima tahun dengan seorang janda, yang usianya jauh
lebih tua lima belas tahun. Dari Khadijah ini beliau memperoleh empat perempuan dan dua laki-laki. Anak pertama lahir diberi
nama Qasim, yang setelah itu Nabi Suci suka dipanggil Abu Qasim, tapi dia wafat pada usia dua tahun. Puteri tertuanya ialah
Zainab yang kemudian menikah dengan Abul-'As. Berikutnya ialah Ruqayyah yang menikah dengan 'Utsman. Ruqayyah ini wafat di
zaman kemenangan kaum Muslimin di perang Badar. Setelah itu muncul Ummi Khultsum
yang juga dinikahi oleh 'Utsman karena kematian kakaknya, Ruqayyah. Puteri perempuan yang paling bungsu adalah Fatimah, yang
dari sini tersebar keturunan Sayyid dalam sejarah Islam. Beliau dinikahkan dengan
"Ali bin Abi Thalib. Keturunan Khadijah yang paling bungsu adalah seorang anak laki-laki yang meninggal sewaktu masih bayi
yang usianya hanya enam bulan saja. Nabi Suci kehilangan putera-puterinya sewaktu
beliau masih hidup, kecuali Fatimah. Beliau mempunyai seorang anak laki-laki bernama Ibrahim dari hasil perkawinan dengan
isteri lain sewaktu di Madinah, tapi Ibrahim pun wafat dalam usia delapan belas bulan.
Nabi Suci sangat kuat sekali ikatannya dengan Khadijah dan beliau sering ingat kepadanya di kala duka, bahkan setelah
Khadijah lama wafat. Suatu kali ketika beliau membicarakannya agak sedikit emosi, 'Aisyah menyelanya dengan ucapan yang agak
kurang sopan: "Bukankah Tuhan telah memberi penggantinya yang lebih baik dari pada Khadijah?" Tanya 'Aisyah. Dan yang dimaksud
adalah dirinya sendiri. "Tidak". Jawab Nabi Suci. "Ia suka menerimaku dikala aku memerlukannya, sedangkan yang lainnya suka
menolak". Beliau menyerahkan jiwa raganya kepada Khadijah karena budi pekertinya yang luhur. Walaupun beliau bebas sekali
mendermakan hartanya di jalan Allah, Khadijah tak pernah menolaknya bila beliau memintanya untuk tujuan sedekah. Khadijah
membeli seorang budak untuk keperluan beliau tapi itu hanya sebentar saja dan kemudian budak itu dimerdekakan. Zaid, seorang
Sahabat Nabi Suci yang amat terkenal yang tempo dulu pernah menjadi budak beliau, lalu dimerdekakan atas kemurahan hati Siti
Khadijah. Ketika Panggilan Kerasulan tiba, Nabi Suci dibebani suatu tanggungjawab, dan beliau merasa khawatir karena harus
menanggung beban yang diamanatkan kepadanya. Khadijah, di saat itu, menghalau rasa cemas beliau dengan mengatakan: "Allah
tidak akan menyia-nyiakan segala budipekerti yang anda miliki. Sungguh anda ini suka merapatkan tali kekeluargaan dengan bersilaturahmi,
suka menolong orang lemah, selalu melakukan kebajikan yang orang tak lakukan, menghormati tamu dan suka menegakkan kebenaran
di hadapan kebobrokkan". Ini menunjukkan betapa Khadijah begitu dalam mencintai segala kebajikan dan rasa kemanusiaan Nabi
Suci saw. Ini suatu bukti betapa dalam cinta dan kasih sayang antara sepasang suami
isteri tersebut. Dua-duanya dicelup oleh rasa perikemanusiaan yang begitu dalam. Tak ada seorang pun yang lebih tahu akan
perilaku hidup seorang laki-laki kecuali isterinya sendiri, yang kedudukannya sebagai isteri, sangat bebas menyelami lubuk
hati dan batin suaminya. Buktinya, Khadijah sendiri yang benar-benar mengimani perilaku Nabi Suci yang kesaksiannya tak dapat
disangkal lagi atas keluhuran akhlak yang tiada duanya itu. Tukang kritik yang sejahat-jahatnya pun tidak berani menghempaskan
bukti kebenaran ketulusan akhlak Nabi Suci yang mulia ini. Seorang penipu tak mungkin menganjurkan ketulus ikhlasan hati yang
begitu tersembunyi di dalam kerahasiannya.
Keindahan Budipekerti
Kesaksian Khadijah terhadap kemuliaan budipekerti Nabi Suci tak ragu lagi membawa bobot yang begitu besar. Tapi bagi
orang yang pernah berhubungan dengan beliau pun tidak kurang hormatnya. Ayah Zaid, budak yang telah dimerdekakan, mendengar
bahwa anaknya telah dibebaskan, lalu berangkat ke Makkah untuk mengambilnya dan supaya tinggal bersamanya. Nabi Suci, dengan
kehalusan budi beliau, tidak mungkin bisa memisahkan antara anak dengan ayahnya. Beliau sangat berbahagia sekali melihat seorang
anak bisa kembali kepada ayah tercintanya. Sekalipun begitu, beliau tak bisa melepaskan Zaid dari kehendak akhirnya yang dia
pilih sendiri. Maka atas permintaan si ayah pada Zaid untuk ikut bersamanya, beliau memberi kebebasan agar Zaid bebas memilih
sendiri, apakah akan ikut ayahnya atau tetap tinggal di rumah beliau. Dan apa lagi yang dikehendaki ayahnya? Sebentar ia berpikir
bahwa ternyata kecintaan puteranya kepada Nabi Suci melebihi kecintaan seorang anak terhadap ayahnya. Walaupun telah dibebaskan
dari perbudakan, rupanya Zaid telah tertambat hatinya oleh keluhuran budipekerti sosok pribadi Nabi Suci. Dengan mengecewakan
ayahnya, dia memilih untuk tinggal bersama Nabi Suci. Begitu pula, ikatan kokoh kuat Abu Bakar adalah satu bukti yang sudah
bukan rahasia lagi. Abu Thalib tidak kurang terpesonanya terhadap akhlak mulia beliau. Sekalipun begitu, kelekatannya kepada
agama leluhurnya senantiasa dipertahankan oleh Nabi Suci sebisanya, terserah kepadanya, dalam mengatasi resiko berat yang
akan menimpa dirinya menghadapi kemurkaan sekutu suku Quraisy. Itulah kesan mendalam keindahan akhlak budipekerti Nabi Suci
yang melekat di dalam pikirannya. Dia memandangnya sebagai yang teramat pengecut bila meninggalkan salah satu akhlaknya yang
mulia. Dia akan datang menghadapi setiap resiko demi melindunginya, dalam menghadapi kemungkinan yang tidak dikehendaki. Tatkala
ditanya oleh kaum Quraisy untuk menyerahkan Muhammad saw beliau mencela mereka
dengan sya'ir yang indah: "Celaka bagimu! Tidak ada satu suku pun yang meninggalkan pemimpinnya – pemimpin yang hati-hati
sekali menjaga segala sesuatu dengan penjagaan yang sungguh-sungguh. Dia tak pongah, dia pun tidak lemah untuk mempercayakan
semua perkaranya kepada orang lain. Dia ialah yang lembut hati; melalui wajahnya nan lembut, hujan pun berdo'a untuknya. Dialah
tumpuan anak yatim dan janda".
Pribadi yang menarik
Sudah menjadi kesepakatan bersama, Nabi Suci memiliki ikatan yang dalam kepada semua orang yang pernah datang kepada
beliau. Namun ada lagi yang lebih penting, semua orang yang berhubungan dengan beliau adalah orang-orang yang memiliki akhlak
budipekerti sejati. Di samping para Sahabat beliau yang tetap setia, yang paling dikenal dalam sejarah Islam karena keluhuran
budipekertinya, ada juga yang lainnya yaitu para sahabat di masa mudanya yang memiliki akhlak yang sama-sama istimewa dalam
hal keluhuran budipekerti mereka, seperti Hakim ibnu Hazam seorang pemimpin suku Quraisy terpandang yang tidak memeluk Islam
hingga ditaklukkannya Makkah, begitu pula Damad ibnu Tsa'labah. Keduanya adalah sahabat kental beliau dan kedua-duanya memiliki
akhlak mulia yang begitu kuat. Ini dapat disimpulkan bahwa, bagaikan sentuhan zaman keemasan sejarah, siapa pun yang pernah
datang berhubungan dengan kepribadian Nabi Suci bahkan di masa kehidupan mudanya, telah dicelup oleh akhlak beliau yang mulia
dan agung.
Salah satu permata
akhlak terbaiknya adalah kasih sayang beliau terhadap kaum papa, kaum lemah, anak-anak yatim dan para janda. Beliau selalu
memperhatikan apa yang mereka butuhkan. Karena ketulusan seperti ini, baik kawan maupun lawan sama-sama mengakuinya. Ucapan
Khadijah yang menghibur hati beliau membuktikan kebesaran akhlak budipekerti beliau. Abu Thalib memberikan argumentasi, mengapa
dia mempertahankan dan menjaga beliau dari serangan para musuhnya. Partisipasi beliau dalam Hijful-Fudl suatu aliansi yang dibentuk dengan mengedepankan tujuan perjuangan memberantas pemerasan terhadap
kaum lemah, mengangkat kekhawatiran orang tak berdaya. Simpatik pada kaum dlu'afa, tertindas, anak-anak yatim dan para janda,
ringkasnya, semua itu sudah mengakar di dalam fitrah beliau. Ajaran Qur'an Suci jelas sekali telah menanamkan ajaran intisarinya
agama dalam memelihara dan memperhatikan anak yatim dan orang tertindas. Karenanya mengabaikan anak yatim dan tidak memberi
makan pada orang-orang miskin dikatakan sudah mengingkari agama itu sendiri (Qur'an Suci 107:1-3). Setinggi-tingginya derajat
manusia adalah yang cenderung memelihara anak yatim dan kaum miskin (Qur'an Suci 90:11-16). Siapa pun yang tak mau menghormati
anak yatim diperlakukan sebagai orang yang memiliki derajat rendah. Merosotnya suatu bangsa karena mereka mengabaikan dan
menterlantarkan anak yatim dan kaum miskin bahkan rakus terhadap harta kekayaan (Qur'an Suci 89:17-20).
Kita
harus belajar dari kehidupan masa mudanya Nabi Suci saw, bahkan sejak masa kanak-kanaknya
yang sudah memiliki akhlak mulia dan teladan kehidupan budipekerti luhur. Beliau tak pernah berperilaku kotor seperti kebanyakan
anak-anak pada usia umumnya di zamannya. Abu Thalib menceritakan tentang beliau kepada 'Abbas, agar ini bisa diperhatikan:
"Aku tak pernah melihatnya berdusta, bermain yang tak ada gunanya dan membusungkan dada, atau bergaul dengan pemuda berandalan".
Peperangan di kalangan bangsa Arab sudah begitu termasyhur di zaman beliau, namun sudah menjadi fitrah beliau, beliau tak
mau ikut campur dalam pertempuran seperti itu. Dalam perang Fijar beliau tak suka
ikut bertempur dengan mensuplai panah dan perkakas perang lainnya milik pamannya. Agama superstisi atau agama khayali dengan
segala bentuknya telah merambah negeri Arab, juga bertentangan dengan fitrah beliau. Beliau sangat membenci penyembahan berhala
sejak kecilnya. Dalam kesempatan tertentu ketika ada musyawarah yang membicarakan masalah penempatan para pemimpin berhala
bangsa Arab, Latta dan 'Uzza beliau
memperhatikan bahwa tidak ada yang lebih menjijikan kecuali berhala. Beliau tak pernah ikut-ikutan dalam upacara agama musyrik
di zamannya. Beliau menolak ikut serta makan-makanan yang disajikan untuk berhala.
Hati
beliau merasa sakit melihat kebobrokkan derajat manusia. Cita-cita dan harapan beliau menggebu-gebu di dalam dadanya untuk
mengangkat derajat manusia sesamanya dan ajakan ke jalan yang benar membakar dadanya. Beliau seringkali pergi ke Goa Hira
dan berdo'a kepada Ilahi, mengalirkan air mata, demi cita-citanya ingin memperbaiki umat manusia.
PANGGILAN
ILAHI
"Bacalah dengan
nama Tuhan dikau yang menciptakan.
Yang menciptakan
manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan
Tuhan dikau paling Murah-hati.
Yang mengajarkan
dengan pena.
Mengajarkan manusia
apa yang ia tak tahu".
(Qur'an Suci 96:1-5)
Wahyu Pertama
Tidak lama menjelang usia empatpuluh tahun, Muhammad saw mulai menyelami
dirinya dan sering menyendiri bermeditasi. Dengan memencilkan diri ke Goa Hira, beliau mempersembahkan dirinya untuk tafakur
berhari-hari. Di kala itu beliau seringkali menerima ilham yang akhirnya dipenuhi sepenuhnya di belakang hari.
Sementara beliu tafakur beribadah kepada Ilahi di Goa Hira, malaikat Jibril
muncul di hadapan beliau di suatu malam, di bulan Ramadlan – itu terjadi tahun 609 Masehi – dan memerintahkan
beliau agar sudi membaca. "Saya tak bisa membaca", adalah jawaban Nabi Suci. Lalu malaikat Jibril mendekat dan memeluk dada
beliau dan memintanya kembali supaya membaca. Tiga kali malaikat Jibril meminta beliau agar membaca, sebanyak itu pula Nabi
Suci menjawab bahwa beliau tidak bisa membaca. Kemudian malaikat Jibril membacakan ayat seperti tertera di atas.
Dan begitu pula Nabi Suci
mengikutinya. Ini adalah hari pertama tatkala tugas berat kenabian diletakkan di pundak beliau. Jalan kebenaran yang sudah
sekian lama dinanti-nanti akhirnya datang juga kepada beliau. Cahaya yang selama
ini dicari-cari akhirnya turun juga kepada beliau. Karena itu, pada saat itu pula diberitahukan kepada beliau bahwa tugas
luar biasa untuk mereformasi umat manusia kini sudah diletakkan di pundak beliau. Kelemahan sifat manusiawi, beliau rasakan
berat sekali, sekalipun menanggung beban kewajiban sehari-hari. Mereformasi umat manusia adalah tugas yang teramat sangat
berat yang dapat diletakkan di pundak seseorang manusia.
Musa telah diberi tugas
untuk mereformasi suatu bangsa; ternyata masih merasa keberatan untuk menjalankan tugasnya oleh beliau sendiri dan langsung
minta pertolongan Ilahi: "Berilah aku seorang penolong!" Nabi Muhammad saw dibebani tugas berat untuk perbaikan seluruh umat
manusia dari generasi ke generasi yang telah tenggelam ke dasar jurang kebiadaban. Kekuatan hatinya tetap tabah dan tidak
sedikit pun goyah, sekalipun beban tanggungjawab itu berat sekali. Semua itu beliau pikul sendiri, beliau percaya sepenuhnya
pada pertolongan Ilahi. Beliau tidak meminta pembantu. Namun wahyu Ilahi benar-benar luar biasa dan ada di belakang pengalaman
manusia biasa. Ia sungguh-sungguh memerlukan sikap tersendiri dari kalangan seseorang. Pada waktu mengalami ini, seluruh jasmani
si penerima Wahyu dikuasai Kekuatan Ilahi. Pernah sewaktu Nabi Suci mulai diberi pengalaman tersebut, badan beliau bersimbah
peluh dan merasa berat sekali. Salah seorang Sahabat beliau meriwayatkan bahwa dalam suatu kesempatan, punggung Nabi Suci
menindih lututnya. Ia menjadi begitu berat dan beliau merasa bahwa lututnya seakan rontok. Pengalaman pertama menerima wahyu
itu diriwayatkan terasa lebih berat membebani tubuh beliau hingga menyebabkan beliau gemetar.
Sambil menggigil beliau pulang ke rumah, tangan dan kaki beliau
terasa dingin dan meminta kepada Khadijah supaya menyelimutinya. Segera setelah sedikit reda, dengan tak dapat mengelak serta
diiringi perasaan takut dan risau, beliau menceritakan seluruh pengalamannya kepada isteri tercintanya. Mendengar pengaduan
beliau, sang isteri tercinta menghiburnya dengan ucapan menggembirakan, bahwa
Tuhan tidak akan menyia-nyiakan beliau dan beliau pasti akan berhasil dalam mengemban dakwahnya. Khadijah banyak sekali membicarakan
segala kesalehan beliau, di antaranya, sayang kepada kerabat dekat maupun kepada teman dan kenalan, suka menolong kaum papa,
orang tertindas, anak yatim dan para janda, keramah-tamahan beliau dan usaha mempertahankan kebenaran dibawah tekanan, dan
banyak lagi. "Bagaimana mungkin, - Khadijah meyakinkan beliau – ya bagaimana mungkin bahwa seseorang yang memiliki begitu
berlimpahnya kesalehan harus berduka cita?".
Waraqah bin Naufal adalah keponakan Khadijah. Bosan terhadap penyembahan
berhala dia mencari agama yang benar dan telah lama memeluk agama Kristen. Khadijah mengerti sekali akan jiwa keponakannya
ini yang merasa takut agama itu hancur yang bisa berakibat fatal bagi para pencari kebenaran. Mungkin karena Khadijah ini pernah mendengar pembicaraan mengenai kedatangan Nabi Yang Dijanjikan, Penghibur yang
kedatangannya telah dikisahkan oleh 'Isa as darinya, maka segera setelah mendapati
Nabi Suci Muhammad mendapat Panggilan untuk tugas ini, Khadijah membawa beliau
kepada keponakannya yang sudah berusia lanjut yang sudah tidak bisa melihat dan tak
bisa berjalan lagi, yang belakangan ini memang sudah menaruh rasa simpati. Segera setelah Waraqah mendengar cerita bahwa Nabi
Suci telah menerima wahyu langsung menyatakan: "Itulah malaikat Tuhan yang pernah diutus kepada Musa!" – sambil menunjuk
kepada ayat yang terang yang diramalkan oleh Nabi Musa, lalu beliau berkata:
"Mudah-mudahan saya masih hidup bila nanti anda diasingkan oleh kaum anda". Nabi Suci bertanya kepadanya dengan keheranan,
apakah itu mungkin sekalipun seseorang itu diasuh oleh sanak keluarganya?. "Ya". Jawab Waraqah. "Ini adalah perlakuan yang
pernah dirasakan oleh setiap Nabi". Tak lama kemudian Waraqah meninggal dunia. Karena sangat menguatkan risalah tersebut,
serta menguatkan kebenaran missi dakwah Nabi Suci, maka beliau digolongkan sebagai salah seorang Sahabat Nabi Suci saw.
Penghentian Wahyu sementara
Setelah turunnya Wahyu pertama di Goa Hira, Malaikat Jibril tidak menjumpai Nabi
Suci untuk sementara waktu. Periode ini dikenal sebagai fatra-al-wahyu atau "penghentian
wahyu sementara". Banyak sekali pendapat yang berbeda mengenai tenggang waktu
periode ini. Sebagian mengatakan bahwa tenggang waktu itu kurang lebih dua atau tiga tahun lamanya. Namun versi Ibnu 'Abbas,
bahwa itu berakhir dengan waktu yang tidak lama, pendapat ini lebih bisa diterima dan dikuatkan oleh bukti sejarah. Cerita
bahwa selama periode ini Nabi Suci selalu pergi ke berbagai puncak gunung dengan niat untuk menghujamkan dirinya terjun ke
jurang dengan kepala terlebih dahulu, adalah isapan jempol belaka. Menurut Hadits-hadits sahih yang beredar, semua cerita
itu tidak benar, karena Zuhri, yang darinya Hadits itu berasal, ia adalah seorang yang datang dari generasi belakangan, dan
Hadits yang bisa diterima harus ditelusur ke belakang sampai kepada para Sahabat Nabi.
Dari sinilah sedikit pertimbangan
harus dilakukan. Lebih dari itu, pikiran yang mengira bahwa Nabi Suci berniat bunuh diri, itu benar-benar tidak bisa diterima
karena bertentangan dengan hati beliau yang teramat mulia. Sejak seusia dini hati beliau telah diperkaya oleh cita-cita luhur
untuk mereformasi umat manusia. Kini risalah tersebut telah diamanatkan kepada beliau, apakah mungkin beliau berpikir untuk
bunuh diri? Jika Nabi itu melakukan sesuatu yang tidak biasanya, ini bisa jadi bahwa beliau pasti kembali mendaki puncak gunung
berkali-kali daripada sebelumnya; tapi kita tidak bisa mengambil kesimpulan begitu saja yang tidak dijamin oleh bukti, bahwa
beliau pergi ke sana
untuk bunuh diri.
Beliau biasa mendaki gunung
jauh sebelum itu, yakni sebelum beliau menerima wahyu. Melakukan tafakur menenangkan pikiran, beliau mencari ketenangan suasana
gunung, melakukan penyesuaian situasi tafakur yang tenang dan tidak terganggu. Tapi tak ada alasan apa pun yang mengira bahwa
beliau mendaki gunung agar beliau bisa bunuh diri. Jika beliau mengembara karena merasa lebih kebingungan dari sebelumnya,
dan ini yang paling mungkin jadi alasan, sebabnya tak usah jauh-jauh dicari.
Cahaya Ilahi, yang benar-benar sangat didambakan oleh beliau, tidak
segera muncul lagi setelah menerangi hati beliau. Inilah yang membuat beliau gelisah. Sudah sekian lama hati beliau tidak
mendengar lagi Kalam Ilahi. Karena mencari-cari yang dirindukan hatinya itulah beliau mondar-mandir ke gunung. Tak ada sama
sekali pikiran untuk bunuh diri. Setiap terjadi peristiwa belakangan maupun kehidupan beliau sebelumnya, itu sama saja. Di
kala menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan, iman beliau pada pertolongan Ilahi tak pernah luntur sesaat pun, tidak pula
menyerah seujung rambut pun dalam menanggulangi kesulitan apa pun.
Wahyu yang kedua
Setelah sekian lama, akhirnya berakhirlah periode penghentian wahyu sementara itu. Bagi Nabi, periode itu rasanya sangat
lama sekali; karena periode itu memisahkan dari Yang beliau cintai sepenuh hati. Dalam hal inilah periode yang dibicarakan
orang sebagai periode yang berkepanjangan. Sebagaimana faktanya, pemberhentian wahyu sementara tersebut adalah sudah rencana
Ilahi. Kahadiran wahyu tersebut tadi dikatakan sangat menekan fisik Nabi. Badan beliau bisa jadi tidak segera pulih kembali.
Waktu jeda, karenanya, perlu sekali untuk memulihkan kesehatan fisik beliau. Sekalipun dalam waktu yang cukup lama, yang bisa
terjadi lebih dari enam bulan, wahyu tersebut dibarengi dengan perasaan yang sama, walaupun tidak sama bobotnya. Lagi-lagi
beliau minta kepada Khadijah untuk menyelimutinya, kini Khadijah lebih khidmat lagi daripada sebelumnya untuk menyelimuti
beliau. Inilah untuk pertamakalinya beliau diminta untuk menyusun risalahnya dengan sungguh-sungguh: "Wahai yang berselimut! Bangkitlah dan berilah peringatan" (Qur'an Suci 74:1-2). Dengan perintah ini mulailah
ada tingkatan lain dalam kehidupan Nabi Suci – yakni mengumandangkan Firman Ilahi dan menyampaikan Risalah-Nya kepada
segenap umat manusia.
Para
Pemeluk Awal
Yang paling awal memiliki keimanan terhadap Kebenaran Risalah Nabi Suci adalah isteri beliau sendiri, Khadijah. Sejenak
pun tak pernah merasa ragu terhadap Kebenaran pengakuan Kenabian beliau. Di saat-saat begitu tertekan, terbukti Khadijah tidak
pernah mengecewakan beliau. Limabelas tahun sebelum Khadijah mengikat tali perkawinan dengan beliau, Khadijah telah melihat
beliau memiliki kualitas akhlak mulia yang sangat dalam dan sangat mengesankannya. Dan kesan pertama itu semakin dalam lagi
merasuk ke lubuk hatinya karena ia lebih tahu lagi tentang karakter beliau setelah melalui hubungan suami isteri. Tatkala
Nabi Suci menerima Wahyu Ilahi untuk pertama kalinya dan dalam keadaan bingung, bagaimana beliau harus melaksanakan tugas
berat reformasi yang ada di hadapan beliau, perempuan salihah ini menghiburnya dengan hiburan yang teramat hakiki yang memancar
dari hati sanubarinya yang suci murni. Sosok seorang Nabi yang memiliki budipekerti nan halus dan cinta sejati yang dalam
itu, yang Khadijah amati, tidak boleh sampai berduka cita. Dengan memiliki ilmu yang dalam tentang batiniyyah beliau, Khadijah
merasa yakin seyakin-yakinnya bahwa beliau sendirilah yang pantas menerima Panggilan Ilahi untuk mereformasi umat manusia.
Maka Khadijahlah yang paling awal dan paling beriman terhadap Risalah Nabi Suci.
Setelah Khadijah, Waraqahlah yang terdaftar sebagai orang yang paling awal beriman. Waraqah wafat di saat periode penghentian
wahyu sementara waktu sebelum Nabi Suci mulai mendakwahkan agamanya, jadi dia tak berkesempatan untuk secara formal menyatakan
keimanannya. Walaupun begitu, dia menjadi saksi utama dalam wawancara, seperti telah dikemukakan di depan, yang diprakarsai
oleh Khadijah antara dia dan Nabi Suci. Terbukti di waktu belakangan beliau menjadi Nabi Yang Dijanjikan. Cukuplah ini untuk
memberi gelar kepadanya dalam menempati jajaran orang-orang yang beriman.
Kemudian diikuti oleh Abu Bakar, seorang penduduk Makkah terhormat. Beliau berkedudukan tinggi karena kebijaksanaannya
dan sangat dihormati di antara sebangsanya. Jauh sebelum Nabi Suci menerima Panggilan Ilahi, Abu Bakar sangat akrab sekali
dengan beliau. Keimanan Abu Bakar terhadap Kebenaran Nabi Suci tidak berbeda seperti Khadijah. Seperti halnya Khadijah, keimanan
Abu Bakar juga tidak pernah luntur sedetik pun. Segera setelah mendengar Nabi Suci mengakui kenabiannya, maka beliau membuat
pengakuan terbuka bahwa Muhammad itu benar-benar Nabiyullah. Abu Bakarlah laki-laki pertama yang terdaftar menjadi orang beriman.
'Ali, putera paman Nabi Suci, Abu Thalib, juga salah seorang yang mula-mula beriman. Beliau tahu Nabi Suci sangat akrab
sekali karena sama-sama di bawah naungan kasih sayang ayahnya. Beliau sangat mengerti bahwa ketulusan hati Nabi Suci tak perlu
ditanyakan lagi, maka tak ragu sedikit pun beliau menerimanya.
Zaid bin Harits, seorang budak yang dimerdekakan oleh Nabi Suci. Ikatannya dengan tuannya tadi sudah disinggung. Kecenderungan
ikut bersama Nabi Suci sama seperti sanak keluarga, menolak untuk bersama ayahandanya kembali pulang ke rumah kampung halamanya
sendiri. Dia pun salah seorang yang mula-mula beriman.
Orang-orang tersebut adalah yang paling akrab dengan Nabi Suci dan memiliki kedekatan terhadap kehidupan pribadi beliau,
dan mereka juga mutlak mengimani ketulusan pengakuan beliau terhadap Kedudukan Kenabian. Tak seorang pun di antara mereka
yang ragu terhadap keagungan missi dakwah beliau. Mereka telah lama mengenal beliau sebagai orang tulus dengan gelar al-Amiin, sepanjang kehidupan beliau. Tak pernah selama periode yang lama itu, yakni empatpuluh tahun sebelum
Panggilan Ilahi datang kepada beliau, mendengar, bahwa beliau pernah berdusta. Jadi ini sangat mustahil sekali untuk mereka
pahami bahwa beliau berbohong dalam menyatakan Kenabiannya. Sungguh mereka tidak pernah melihat beliau sebagai seorang penipu.
Karena hubungan pergaulan akrabnya sudah terjadi sejak dahulu, mereka sudah memiliki kesempatan untuk melihat batin dan sifat
akhlak beliau. Seseorang yang lebih tahu Nabi Suci, pasti lebih mencintainya, dan segera maju ke depan untuk menerima pengakuannya.
Pengaruh akhlak beliau ini memaksa dan bahkan memaksa para tukang kritik sekalipun, seperti Muir dan Sprenger, mengakui bahwa
Muhammad saw benar-benar tulus dalam pengakuannya. Beliau sangat yakin akan sifat
Ilahi dalam menerima wahyu. Jika di sana ada bayangan kemunafikan dalam pengakuannya,
pertamakali yang menduga dan menolaknya pasti mereka yang lebih akrab hubungannya dengan beliau. Tapi kenyataannya merekalah
yang lebih dahulu menerima beliau sebagai Nabi Hakiki.
Para
Pemeluk Penting lainnya
Segera setelah Abu Bakar memeluk Islam, beliau mempersiapkan dakwah Kebenaran kepada orang lain. Betapa mengakarnya
keimanan beliau terhadap Kebenaran pengakuan Nabi Suci. Pada periode awal, orang-orang yang memiliki kedudukan penting seperti
'Utsman, Zubair, 'Abdul-Rahman, Sa'ad dan Talhah, yang belakangan mereka menjadi tokoh penting yang bukan saja dalam sejarah
Islam, tapi juga dalam sejarah dunia, menerima Islam melalui juru dakwah yang sungguh-sungguh bersemangat ini. Mereka yang
tergolong berkedudukan sederhana, Bilal, Yasir, isterinya Sumayyah dan puteranya 'Ammar juga beriman di waktu-waktu awal.
'Abdullah ibnu Mas'ud dan Khabbab juga di antara para pemeluk awal dan begitu pula Arqam yang rumahnya dijadikan pusat aktifitas
penyiaran dakwan Nabi Suci setelah empat tahun sejak Panggilan. Pada tiga tahun pertama kuranglebih empatpuluh orang telah
beriman. Ini membuktikan bantahan terhadap kesimpangsiuran, bahwa periode penghentian wahyu sementara itu lebih dari tiga
tahun. Karena jika kesimpangsiuran itu benar, maka permulaan dakwah iman itu akan bergeser menjadi tahun keempat di mana bukti
sejarah berdiri saksi bahwa Islam menang diperkirakan diikuti oleh waktu itu. Pertumbuhan Islam yang mantap mengingatkan orang-orang
Makkah dan membangkitkan mereka menjadi musuh yang pahit. Karena inilah Nabi Suci mengasingkan diri ke tempat terpencil dari
suasana permusuhan untuk membawa dakwahnya lebih damai lagi. Rumah Arqam dipilih untuk maksud itu.
Sejumlah Muslim terus bertambah, dan pertemuan sejumlah tokoh di antara kaum Quraisy menambah kekuatan persaudaraan
kecil tersebut. Di antara mereka ialah Hamzah yang perlu dicatat, paman Nabi Suci dan sebagai saudara pelindung. Dialah yang
memiliki jiwa perkasa serta gemar sekali berolah raga. Dalam hal ketinggian budipekertinya dia menikmati kedudukan tinggi
dan dihargai di antara sebangsanya. Dia memiliki belaian cinta istimewa terhadap Nabi Suci. Masuknya dia ke dalam barisan
Islam karena terjadi suatu peristiwa seperti berikut: Suatu hari, Abu Jahal, seperti biasanya suka menganiaya Nabi Suci, yang
ketika itu budak perempuan Hamzah muncul mengintip dan betapa terperanjat melihat perlakuan keji tersebut. Hamzah ketika itu
baru saja pulang dari berburu. Ketika sampai di rumah, si budak tadi menceritakan kejadian yang mengerikan itu kepadanya.
Hamzah memang sudah sangat terkesan oleh budipekerti luhur keponakannya itu. Kini dia mendengar betapa tak ada rasa belas
kasih samasekali perlakuan yang sangat menyakiti itu, kemudian dia serentak bangkit. Dia pikir perbuatan Abu Jahal terhadap
Nabi Suci itu samasekali tidak kesatria dan tak berperikemanusiaan. Lalu dia putuskan untuk beralih dan bergabung ke tengah-tengah
Kebenaran dan mempertahankannya sepenuh kekuatan. Dia langsung menuju Ka'bah di mana Abu Jahal dan gerombolannya sedang mengadakan
rapat untuk melakukan kampanye melawan Islam, dan dengan jantan Hamzah terang-terangan kepada mereka bahwa ia memeluk Islam.
Orang kuat kedua yang terbukti menjadi bentengnya Islam adalah 'Umar bin Khattab. Ia seorang yang bertemperamen tinggi.
Sebelumnya dia sangat sangar sekali memusuhi Islam. Suatu hari dia berniat untuk menghabisi nyawa Nabi Suci sebagai penyebab
utama gerakan baru tersebut dengan pedangnya dan dia akan mengakhiri segala kekisruhan yang ada, pikirnya. Dengan pedang terhunus,
lalu dia langsung menuju rumah Nabi Suci. Rupanya dia tidak tahu bahwa adik perempuannya, Fatimah, dan suaminya, Sa'id, keduanya
telah bergabung dengan Islam. Dalam perjalanan menuju rumah Nabi Suci itu, seorang Muslim menjumpainya, ia mengingatkannya
bahwa dia salah arah, lalu si Muslim itu menanyakannya, mau ke mana dia gerangan? "Untuk membunuh Muhammad", jawab 'Umar dengan
beringas. Si Muslim tadi memberitahu bahwa dia lebih baik pulang kembali ke rumahnya dan pikirkan kembali untuk membunuh Nabi
Suci, karena adik dan iparnya telah memeluk Islam. Mendengar ucapan terhadap keluarganya sendiri, dia sangat murka sekali.
Dia segera berbalik menuju rumah mereka terlebih dulu dengan niat untuk membereskan mereka dulu. Di saat itu Khabbab sedang
membacakan ayat suci Qur'an untuk mereka tatkala 'Umar tiba-tiba memasuki rumah mereka. Karena merasa takut, mereka buru-buru
menutup lembaran-lembaran suci yang telah ditulis itu. Tapi 'Umar sudah banyak mendengar percakapan mereka. Dia telah mendengar
mereka membaca ayat-ayat Qur'an Suci. Segera saja dia melompat ke dalam rumah dan menggertak mereka karena dia sudah tahu
kemurtadan mereka, dan sambil mencengkram Sa'id, lalu dia melabraknya. Adik perempuannya mencoba menyelamatkan suaminya dari
cengkraman maut dan memisahkannya, tapi ia terluka dan berlumuran darah. Lama-kelamaan ia pun berontak juga sambil melawan:
"Apa maumu, kami memang telah memeluk Islam". Tantangan adik perempuannya itu, walaupun ia disiksa, tapi luarbiasa tenangnya
dan ini sangat mempengaruhi 'Umar. Seketika itu juga dia berhenti memukuli mereka dan menanyakan lembaran-lemaran Qur'an agar
ditunjukkan kepadanya. Adik perempuannya merasa takut jangan-jangan 'Umar akan menghina Kitab Suci itu, ia merasa enggan untuk
memberikannya, tapi 'Umar menjamin bahwa dia tak akan melukai agama yang mempengaruhi mereka, lalu adiknya memberikan lembaran
Qur'an Suci tersebut yang berisi Surat berjudul Tha Ha (Surat
20). Tatkala itu dibuka, terbacalah: "Wahai
manusia, Kami tak menurunkan Qur'an kepada engkau agar engkau celaka, melainkan itu peringatan bagi orang yang takut. Wahyu
yang diturunkan dari Pencipta bumi dan langit nan tinggi" (ayat 1 s/d 4). Begitu ia mendengar ayat-ayat itu, tak lama
kemudian dia tak bisa melawan lagi kekuatan hakikat Qur'an. Bahkan dia berpikir balik mengapa dia merasa bodoh sekali dan
memusuhi sesuatu yang teramat indah, benar dan mulia. Khabbab yang ketakutan di saat itu tetap bersembunyi, tapi segera bisa
menguasai jiwanya sejenak. Kemudian keluar, lalu dia segera memberi penjelasan kepadanya. 'Umar yang gagah perkasa itu luluh
hatinya tidak bisa melawan ketinggian rohani Islam. Kemudian menanyakan kepada Khabbab di mana Nabi Suci berada, kemudian
dia langsung menuju rumah Arqam dan di sana dia berhenti sejenak, sementara Nabi Suci sedang berada di sana bersama empatpuluh
Sahabatnya baik laki-laki maupun perempuan. Kemudian 'Umar mengetuk pintu, dari celah-celah lobang salah seorang sahabat mengintip,
siapa gerangan si pengetuk pintu itu. Ternyata 'Umar dengan pedangnya menggantung
di bahunya, ia merasa takut, dia mengira bakal terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Nabi Suci dengan tenangnya menyuruh untuk
membuka pintu dan mempersilahkannya masuk. Dengan kemunculannya itu, Nabi Suci benar-benar menyampaikan ceramah kepadanya sebelum dia memproklamirkan keimanannya: "Wahai Rasulullah, saya menyatakan iman kepada Allah
dan kepada Nabi-Nya. Syahadat atau pernyataan ini membuat seluruh jamaah kaum Muslimin merasa bahagia, dan semua serempak
mengumandangkan rasa syukur alhamdulillah dengan suara keras hingga suara mereka terdengar menggema ke seluruh pelosok perbukitan,
mereka serempak berteriak Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Allah Maha
Besar!
PANGGILAN
ILAHI
"Bacalah dengan nama Tuhan dikau yang menciptakan.
Yang menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhan dikau paling Murah-hati.
Yang mengajarkan dengan pena.
Mengajarkan manusia apa yang ia tak tahu".
(Qur'an Suci 96:1-5)
Wahyu Pertama
Tidak lama menjelang usia empatpuluh tahun, Muhammad saw mulai menyelami dirinya dan sering menyendiri bermeditasi.
Dengan memencilkan diri ke Goa Hira, beliau mempersembahkan dirinya untuk tafakur berhari-hari. Di kala itu beliau seringkali
menerima ilham yang akhirnya dipenuhi sepenuhnya di belakang hari.
Sementara beliu tafakur beribadah kepada Ilahi di Goa Hira, malaikat Jibril
muncul di hadapan beliau di suatu malam, di bulan Ramadlan – itu terjadi tahun 609 Masehi – dan memerintahkan
beliau agar sudi membaca. "Saya tak bisa membaca", adalah jawaban Nabi Suci. Lalu malaikat Jibril mendekat dan memeluk dada
beliau dan memintanya kembali supaya membaca. Tiga kali malaikat Jibril meminta beliau agar membaca, sebanyak itu pula Nabi
Suci menjawab bahwa beliau tidak bisa membaca. Kemudian malaikat Jibril membacakan ayat seperti tertera di atas.
Dan begitu pula Nabi Suci
mengikutinya. Ini adalah hari pertama tatkala tugas berat kenabian diletakkan di pundak beliau. Jalan kebenaran yang sudah
sekian lama dinanti-nanti akhirnya datang juga kepada beliau. Cahaya yang selama
ini dicari-cari akhirnya turun juga kepada beliau. Karena itu, pada saat itu pula diberitahukan kepada beliau bahwa tugas
luar biasa untuk mereformasi umat manusia kini sudah diletakkan di pundak beliau. Kelemahan sifat manusiawi, beliau rasakan
berat sekali, sekalipun menanggung beban kewajiban sehari-hari. Mereformasi umat manusia adalah tugas yang teramat sangat
berat yang dapat diletakkan di pundak seseorang manusia.
Musa telah diberi tugas
untuk mereformasi suatu bangsa; ternyata masih merasa keberatan untuk menjalankan tugasnya oleh beliau sendiri dan langsung
minta pertolongan Ilahi: "Berilah aku seorang penolong!" Nabi Muhammad saw dibebani tugas berat
untuk perbaikan seluruh umat manusia dari generasi ke generasi yang telah tenggelam ke dasar jurang kebiadaban. Kekuatan hatinya
tetap tabah dan tidak sedikit pun goyah, sekalipun beban tanggungjawab itu berat sekali. Semua itu beliau pikul sendiri, beliau
percaya sepenuhnya pada pertolongan Ilahi. Beliau tidak meminta pembantu. Namun wahyu Ilahi benar-benar luar biasa dan ada
di belakang pengalaman manusia biasa. Ia sungguh-sungguh memerlukan sikap tersendiri dari kalangan seseorang. Pada waktu mengalami
ini, seluruh jasmani si penerima Wahyu dikuasai Kekuatan Ilahi. Pernah sewaktu Nabi Suci mulai diberi pengalaman tersebut,
badan beliau bersimbah peluh dan merasa berat sekali. Salah seorang Sahabat beliau meriwayatkan bahwa dalam suatu kesempatan,
punggung Nabi Suci menindih lututnya. Ia menjadi begitu berat dan beliau merasa bahwa lututnya seakan rontok. Pengalaman pertama
menerima wahyu itu diriwayatkan terasa lebih berat membebani tubuh beliau hingga menyebabkan beliau gemetar.
Sambil menggigil beliau pulang ke rumah, tangan dan kaki beliau
terasa dingin dan meminta kepada Khadijah supaya menyelimutinya. Segera setelah sedikit reda, dengan tak dapat mengelak serta
diiringi perasaan takut dan risau, beliau menceritakan seluruh pengalamannya kepada isteri tercintanya. Mendengar pengaduan
beliau, sang isteri tercinta menghiburnya dengan ucapan menggembirakan, bahwa
Tuhan tidak akan menyia-nyiakan beliau dan beliau pasti akan berhasil dalam mengemban dakwahnya. Khadijah banyak sekali membicarakan
segala kesalehan beliau, di antaranya, sayang kepada kerabat dekat maupun kepada teman dan kenalan, suka menolong kaum papa,
orang tertindas, anak yatim dan para janda, keramah-tamahan beliau dan usaha mempertahankan kebenaran dibawah tekanan, dan
banyak lagi. "Bagaimana mungkin, - Khadijah meyakinkan beliau – ya bagaimana mungkin bahwa seseorang yang memiliki begitu
berlimpahnya kesalehan harus berduka cita?".
Waraqah bin Naufal adalah keponakan Khadijah. Bosan terhadap penyembahan
berhala dia mencari agama yang benar dan telah lama memeluk agama Kristen. Khadijah mengerti sekali akan jiwa keponakannya
ini yang merasa takut agama itu hancur yang bisa berakibat fatal bagi para pencari kebenaran. Mungkin karena Khadijah ini pernah mendengar pembicaraan mengenai kedatangan Nabi Yang Dijanjikan, Penghibur yang
kedatangannya telah dikisahkan oleh 'Isa as darinya, maka segera setelah mendapati Nabi Suci Muhammad mendapat Panggilan untuk tugas ini, Khadijah membawa beliau kepada keponakannya yang sudah berusia lanjut
yang sudah tidak bisa melihat dan tak bisa berjalan lagi, yang belakangan ini
memang sudah menaruh rasa simpati. Segera setelah Waraqah mendengar cerita bahwa Nabi Suci telah menerima wahyu langsung menyatakan:
"Itulah malaikat Tuhan yang pernah diutus kepada Musa!" – sambil menunjuk kepada ayat yang terang yang diramalkan oleh Nabi Musa, lalu beliau berkata: "Mudah-mudahan saya masih hidup bila nanti anda diasingkan
oleh kaum anda". Nabi Suci bertanya kepadanya dengan keheranan, apakah itu mungkin sekalipun seseorang itu diasuh oleh sanak
keluarganya?. "Ya". Jawab Waraqah. "Ini adalah perlakuan yang pernah dirasakan oleh setiap Nabi". Tak lama kemudian Waraqah
meninggal dunia. Karena sangat menguatkan risalah tersebut, serta menguatkan kebenaran missi dakwah Nabi Suci, maka beliau
digolongkan sebagai salah seorang Sahabat Nabi Suci saw.
Penghentian Wahyu sementara
Setelah turunnya Wahyu pertama di Goa Hira, Malaikat Jibril tidak menjumpai Nabi
Suci untuk sementara waktu. Periode ini dikenal sebagai fatra-al-wahyu atau "penghentian wahyu sementara". Banyak
sekali pendapat yang berbeda mengenai tenggang waktu periode ini. Sebagian mengatakan
bahwa tenggang waktu itu kurang lebih dua atau tiga tahun lamanya. Namun versi Ibnu 'Abbas, bahwa itu berakhir dengan waktu
yang tidak lama, pendapat ini lebih bisa diterima dan dikuatkan oleh bukti sejarah. Cerita bahwa selama periode ini Nabi Suci
selalu pergi ke berbagai puncak gunung dengan niat untuk menghujamkan dirinya terjun ke jurang dengan kepala terlebih dahulu,
adalah isapan jempol belaka. Menurut Hadits-hadits sahih yang beredar, semua cerita itu tidak benar, karena Zuhri, yang darinya
Hadits itu berasal, ia adalah seorang yang datang dari generasi belakangan, dan Hadits yang bisa diterima harus ditelusur
ke belakang sampai kepada para Sahabat Nabi.
Dari sinilah sedikit pertimbangan
harus dilakukan. Lebih dari itu, pikiran yang mengira bahwa Nabi Suci berniat bunuh diri, itu benar-benar tidak bisa diterima
karena bertentangan dengan hati beliau yang teramat mulia. Sejak seusia dini hati beliau telah diperkaya oleh cita-cita luhur
untuk mereformasi umat manusia. Kini risalah tersebut telah diamanatkan kepada beliau, apakah mungkin beliau berpikir untuk
bunuh diri? Jika Nabi itu melakukan sesuatu yang tidak biasanya, ini bisa jadi bahwa beliau pasti kembali mendaki puncak gunung
berkali-kali daripada sebelumnya; tapi kita tidak bisa mengambil kesimpulan begitu saja yang tidak dijamin oleh bukti, bahwa
beliau pergi ke sana untuk bunuh diri.
Beliau biasa mendaki gunung
jauh sebelum itu, yakni sebelum beliau menerima wahyu. Melakukan tafakur menenangkan pikiran, beliau mencari ketenangan suasana
gunung, melakukan penyesuaian situasi tafakur yang tenang dan tidak terganggu. Tapi tak ada alasan apa pun yang mengira bahwa
beliau mendaki gunung agar beliau bisa bunuh diri. Jika beliau mengembara karena merasa lebih kebingungan dari sebelumnya,
dan ini yang paling mungkin jadi alasan, sebabnya tak usah jauh-jauh dicari.
Cahaya Ilahi, yang benar-benar sangat didambakan oleh beliau, tidak
segera muncul lagi setelah menerangi hati beliau. Inilah yang membuat beliau gelisah. Sudah sekian lama hati beliau tidak
mendengar lagi Kalam Ilahi. Karena mencari-cari yang dirindukan hatinya itulah beliau mondar-mandir ke gunung. Tak ada sama
sekali pikiran untuk bunuh diri. Setiap terjadi peristiwa belakangan maupun kehidupan beliau sebelumnya, itu sama saja. Di
kala menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan, iman beliau pada pertolongan Ilahi tak pernah luntur sesaat pun, tidak pula
menyerah seujung rambut pun dalam menanggulangi kesulitan apa pun.
Wahyu yang kedua
Setelah sekian lama, akhirnya berakhirlah periode penghentian wahyu sementara itu. Bagi Nabi, periode itu rasanya sangat
lama sekali; karena periode itu memisahkan dari Yang beliau cintai sepenuh hati. Dalam hal inilah periode yang dibicarakan
orang sebagai periode yang berkepanjangan. Sebagaimana faktanya, pemberhentian wahyu sementara tersebut adalah sudah rencana
Ilahi. Kahadiran wahyu tersebut tadi dikatakan sangat menekan fisik Nabi. Badan beliau bisa jadi tidak segera pulih kembali.
Waktu jeda, karenanya, perlu sekali untuk memulihkan kesehatan fisik beliau. Sekalipun dalam waktu yang cukup lama, yang bisa
terjadi lebih dari enam bulan, wahyu tersebut dibarengi dengan perasaan yang sama, walaupun tidak sama bobotnya. Lagi-lagi
beliau minta kepada Khadijah untuk menyelimutinya, kini Khadijah lebih khidmat lagi daripada sebelumnya untuk menyelimuti
beliau. Inilah untuk pertamakalinya beliau diminta untuk menyusun risalahnya dengan sungguh-sungguh: "Wahai yang berselimut!
Bangkitlah dan berilah peringatan" (Qur'an Suci 74:1-2). Dengan perintah ini mulailah ada tingkatan lain dalam kehidupan
Nabi Suci – yakni mengumandangkan Firman Ilahi dan menyampaikan Risalah-Nya kepada segenap umat manusia.
Para Pemeluk Awal
Yang paling awal memiliki keimanan terhadap Kebenaran Risalah Nabi Suci adalah isteri beliau sendiri, Khadijah. Sejenak
pun tak pernah merasa ragu terhadap Kebenaran pengakuan Kenabian beliau. Di saat-saat begitu tertekan, terbukti Khadijah tidak
pernah mengecewakan beliau. Limabelas tahun sebelum Khadijah mengikat tali perkawinan dengan beliau, Khadijah telah melihat
beliau memiliki kualitas akhlak mulia yang sangat dalam dan sangat mengesankannya. Dan kesan pertama itu semakin dalam lagi
merasuk ke lubuk hatinya karena ia lebih tahu lagi tentang karakter beliau setelah melalui hubungan suami isteri. Tatkala
Nabi Suci menerima Wahyu Ilahi untuk pertama kalinya dan dalam keadaan bingung, bagaimana beliau harus melaksanakan tugas
berat reformasi yang ada di hadapan beliau, perempuan salihah ini menghiburnya dengan hiburan yang teramat hakiki yang memancar
dari hati sanubarinya yang suci murni. Sosok seorang Nabi yang memiliki budipekerti nan halus dan cinta sejati yang dalam
itu, yang Khadijah amati, tidak boleh sampai berduka cita. Dengan memiliki ilmu yang dalam tentang batiniyyah beliau, Khadijah
merasa yakin seyakin-yakinnya bahwa beliau sendirilah yang pantas menerima Panggilan Ilahi untuk mereformasi umat manusia.
Maka Khadijahlah yang paling awal dan paling beriman terhadap Risalah Nabi Suci.
Setelah Khadijah, Waraqahlah yang terdaftar sebagai orang yang paling awal beriman. Waraqah wafat di saat periode penghentian
wahyu sementara waktu sebelum Nabi Suci mulai mendakwahkan agamanya, jadi dia tak berkesempatan untuk secara formal menyatakan
keimanannya. Walaupun begitu, dia menjadi saksi utama dalam wawancara, seperti telah dikemukakan di depan, yang diprakarsai
oleh Khadijah antara dia dan Nabi Suci. Terbukti di waktu belakangan beliau menjadi Nabi Yang Dijanjikan. Cukuplah ini untuk
memberi gelar kepadanya dalam menempati jajaran orang-orang yang beriman.
Kemudian diikuti oleh Abu Bakar, seorang penduduk Makkah terhormat. Beliau berkedudukan tinggi karena kebijaksanaannya
dan sangat dihormati di antara sebangsanya. Jauh sebelum Nabi Suci menerima Panggilan Ilahi, Abu Bakar sangat akrab sekali
dengan beliau. Keimanan Abu Bakar terhadap Kebenaran Nabi Suci tidak berbeda seperti Khadijah. Seperti halnya Khadijah, keimanan
Abu Bakar juga tidak pernah luntur sedetik pun. Segera setelah mendengar Nabi Suci mengakui kenabiannya, maka beliau membuat
pengakuan terbuka bahwa Muhammad itu benar-benar Nabiyullah. Abu Bakarlah laki-laki pertama yang terdaftar menjadi orang beriman.
'Ali, putera paman Nabi Suci, Abu Thalib, juga salah seorang yang mula-mula beriman. Beliau tahu Nabi Suci sangat akrab
sekali karena sama-sama di bawah naungan kasih sayang ayahnya. Beliau sangat mengerti bahwa ketulusan hati Nabi Suci tak perlu
ditanyakan lagi, maka tak ragu sedikit pun beliau menerimanya.
Zaid bin Harits, seorang budak yang dimerdekakan oleh Nabi Suci. Ikatannya dengan tuannya tadi sudah disinggung. Kecenderungan
ikut bersama Nabi Suci sama seperti sanak keluarga, menolak untuk bersama ayahandanya kembali pulang ke rumah kampung halamanya
sendiri. Dia pun salah seorang yang mula-mula beriman.
Orang-orang tersebut adalah yang paling akrab dengan Nabi Suci dan memiliki kedekatan terhadap kehidupan pribadi beliau,
dan mereka juga mutlak mengimani ketulusan pengakuan beliau terhadap Kedudukan Kenabian. Tak seorang pun di antara mereka
yang ragu terhadap keagungan missi dakwah beliau. Mereka telah lama mengenal beliau sebagai orang tulus dengan gelar al-Amiin,
sepanjang kehidupan beliau. Tak pernah selama periode yang lama itu, yakni empatpuluh tahun sebelum Panggilan Ilahi datang
kepada beliau, mendengar, bahwa beliau pernah berdusta. Jadi ini sangat mustahil sekali untuk mereka pahami bahwa beliau berbohong
dalam menyatakan Kenabiannya. Sungguh mereka tidak pernah melihat beliau sebagai seorang penipu. Karena hubungan pergaulan
akrabnya sudah terjadi sejak dahulu, mereka sudah memiliki kesempatan untuk melihat batin dan sifat akhlak beliau. Seseorang
yang lebih tahu Nabi Suci, pasti lebih mencintainya, dan segera maju ke depan untuk menerima pengakuannya. Pengaruh akhlak
beliau ini memaksa dan bahkan memaksa para tukang kritik sekalipun, seperti Muir dan Sprenger, mengakui bahwa Muhammad saw
benar-benar tulus dalam pengakuannya. Beliau sangat yakin akan sifat Ilahi dalam menerima wahyu. Jika di sana
ada bayangan kemunafikan dalam pengakuannya, pertamakali yang menduga dan menolaknya pasti mereka yang lebih akrab hubungannya
dengan beliau. Tapi kenyataannya merekalah yang lebih dahulu menerima beliau sebagai Nabi Hakiki.
Para Pemeluk Penting lainnya
Segera setelah Abu Bakar memeluk Islam, beliau mempersiapkan dakwah Kebenaran kepada orang lain. Betapa mengakarnya
keimanan beliau terhadap Kebenaran pengakuan Nabi Suci. Pada periode awal, orang-orang yang memiliki kedudukan penting seperti
'Utsman, Zubair, 'Abdul-Rahman, Sa'ad dan Talhah, yang belakangan mereka menjadi tokoh penting yang bukan saja dalam sejarah
Islam, tapi juga dalam sejarah dunia, menerima Islam melalui juru dakwah yang sungguh-sungguh bersemangat ini. Mereka yang
tergolong berkedudukan sederhana, Bilal, Yasir, isterinya Sumayyah dan puteranya 'Ammar juga beriman di waktu-waktu awal.
'Abdullah ibnu Mas'ud dan Khabbab juga di antara para pemeluk awal dan begitu pula Arqam yang rumahnya dijadikan pusat aktifitas
penyiaran dakwan Nabi Suci setelah empat tahun sejak Panggilan. Pada tiga tahun pertama kuranglebih empatpuluh orang telah
beriman. Ini membuktikan bantahan terhadap kesimpangsiuran, bahwa periode penghentian wahyu sementara itu lebih dari tiga
tahun. Karena jika kesimpangsiuran itu benar, maka permulaan dakwah iman itu akan bergeser menjadi tahun keempat di mana bukti
sejarah berdiri saksi bahwa Islam menang diperkirakan diikuti oleh waktu itu. Pertumbuhan Islam yang mantap mengingatkan orang-orang
Makkah dan membangkitkan mereka menjadi musuh yang pahit. Karena inilah Nabi Suci mengasingkan diri ke tempat terpencil dari
suasana permusuhan untuk membawa dakwahnya lebih damai lagi. Rumah Arqam dipilih untuk maksud itu.
Sejumlah Muslim terus bertambah, dan pertemuan sejumlah tokoh di antara kaum Quraisy menambah kekuatan persaudaraan
kecil tersebut. Di antara mereka ialah Hamzah yang perlu dicatat, paman Nabi Suci dan sebagai saudara pelindung. Dialah yang
memiliki jiwa perkasa serta gemar sekali berolah raga. Dalam hal ketinggian budipekertinya dia menikmati kedudukan tinggi
dan dihargai di antara sebangsanya. Dia memiliki belaian cinta istimewa terhadap Nabi Suci. Masuknya dia ke dalam barisan
Islam karena terjadi suatu peristiwa seperti berikut: Suatu hari, Abu Jahal, seperti biasanya suka menganiaya Nabi Suci, yang
ketika itu budak perempuan Hamzah muncul mengintip dan betapa terperanjat melihat perlakuan keji tersebut. Hamzah ketika itu
baru saja pulang dari berburu. Ketika sampai di rumah, si budak tadi menceritakan kejadian yang mengerikan itu kepadanya.
Hamzah memang sudah sangat terkesan oleh budipekerti luhur keponakannya itu. Kini dia mendengar betapa tak ada rasa belas
kasih samasekali perlakuan yang sangat menyakiti itu, kemudian dia serentak bangkit. Dia pikir perbuatan Abu Jahal terhadap
Nabi Suci itu samasekali tidak kesatria dan tak berperikemanusiaan. Lalu dia putuskan untuk beralih dan bergabung ke tengah-tengah
Kebenaran dan mempertahankannya sepenuh kekuatan. Dia langsung menuju Ka'bah di mana Abu Jahal dan gerombolannya sedang mengadakan
rapat untuk melakukan kampanye melawan Islam, dan dengan jantan Hamzah terang-terangan kepada mereka bahwa ia memeluk Islam.
Orang kuat kedua yang terbukti menjadi bentengnya Islam adalah 'Umar bin Khattab. Ia seorang yang bertemperamen tinggi.
Sebelumnya dia sangat sangar sekali memusuhi Islam. Suatu hari dia berniat untuk menghabisi nyawa Nabi Suci sebagai penyebab
utama gerakan baru tersebut dengan pedangnya dan dia akan mengakhiri segala kekisruhan yang ada, pikirnya. Dengan pedang terhunus,
lalu dia langsung menuju rumah Nabi Suci. Rupanya dia tidak tahu bahwa adik perempuannya, Fatimah, dan suaminya, Sa'id, keduanya
telah bergabung dengan Islam. Dalam perjalanan menuju rumah Nabi Suci itu, seorang Muslim menjumpainya, ia mengingatkannya
bahwa dia salah arah, lalu si Muslim itu menanyakannya, mau ke mana dia gerangan? "Untuk membunuh Muhammad", jawab 'Umar dengan
beringas. Si Muslim tadi memberitahu bahwa dia lebih baik pulang kembali ke rumahnya dan pikirkan kembali untuk membunuh Nabi
Suci, karena adik dan iparnya telah memeluk Islam. Mendengar ucapan terhadap keluarganya sendiri, dia sangat murka sekali.
Dia segera berbalik menuju rumah mereka terlebih dulu dengan niat untuk membereskan mereka dulu. Di saat itu Khabbab sedang
membacakan ayat suci Qur'an untuk mereka tatkala 'Umar tiba-tiba memasuki rumah mereka. Karena merasa takut, mereka buru-buru
menutup lembaran-lembaran suci yang telah ditulis itu. Tapi 'Umar sudah banyak mendengar percakapan mereka. Dia telah mendengar
mereka membaca ayat-ayat Qur'an Suci. Segera saja dia melompat ke dalam rumah dan menggertak mereka karena dia sudah tahu
kemurtadan mereka, dan sambil mencengkram Sa'id, lalu dia melabraknya. Adik perempuannya mencoba menyelamatkan suaminya dari
cengkraman maut dan memisahkannya, tapi ia terluka dan berlumuran darah. Lama-kelamaan ia pun berontak juga sambil melawan:
"Apa maumu, kami memang telah memeluk Islam". Tantangan adik perempuannya itu, walaupun ia disiksa, tapi luarbiasa tenangnya
dan ini sangat mempengaruhi 'Umar. Seketika itu juga dia berhenti memukuli mereka dan menanyakan lembaran-lemaran Qur'an agar
ditunjukkan kepadanya. Adik perempuannya merasa takut jangan-jangan 'Umar akan menghina Kitab Suci itu, ia merasa enggan untuk
memberikannya, tapi 'Umar menjamin bahwa dia tak akan melukai agama yang mempengaruhi mereka, lalu adiknya memberikan lembaran
Qur'an Suci tersebut yang berisi Surat berjudul Tha Ha (Surat
20). Tatkala itu dibuka, terbacalah: "Wahai manusia, Kami tak menurunkan Qur'an kepada engkau agar engkau celaka,
melainkan itu peringatan bagi orang yang takut. Wahyu yang diturunkan dari Pencipta bumi dan langit nan tinggi" (ayat
1 s/d 4). Begitu ia mendengar ayat-ayat itu, tak lama kemudian dia tak bisa melawan lagi kekuatan hakikat Qur'an. Bahkan dia
berpikir balik mengapa dia merasa bodoh sekali dan memusuhi sesuatu yang teramat indah, benar dan mulia. Khabbab yang ketakutan
di saat itu tetap bersembunyi, tapi segera bisa menguasai jiwanya sejenak. Kemudian keluar, lalu dia segera memberi penjelasan
kepadanya. 'Umar yang gagah perkasa itu luluh hatinya tidak bisa melawan ketinggian rohani Islam. Kemudian menanyakan kepada
Khabbab di mana Nabi Suci berada, kemudian dia langsung menuju rumah Arqam dan di sana dia berhenti sejenak, sementara Nabi
Suci sedang berada di sana bersama empatpuluh Sahabatnya baik laki-laki maupun perempuan. Kemudian 'Umar mengetuk pintu, dari
celah-celah lobang salah seorang sahabat mengintip, siapa gerangan si pengetuk pintu itu. Ternyata 'Umar dengan pedangnya menggantung di bahunya, ia merasa takut, dia mengira bakal terjadi sesuatu yang tak
diinginkan. Nabi Suci dengan tenangnya menyuruh untuk membuka pintu dan mempersilahkannya masuk. Dengan kemunculannya itu,
Nabi Suci benar-benar menyampaikan ceramah kepadanya sebelum dia memproklamirkan
keimanannya: "Wahai Rasulullah, saya menyatakan iman kepada Allah dan kepada Nabi-Nya. Syahadat atau pernyataan ini membuat
seluruh jamaah kaum Muslimin merasa bahagia, dan semua serempak mengumandangkan rasa syukur alhamdulillah dengan suara keras
hingga suara mereka terdengar menggema ke seluruh pelosok perbukitan, mereka serempak berteriak Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Allahu Akbar. Allah Maha Besar!
|